KIP : Badan Publik Wajib Buka Akses informasi

KIP : Badan Publik Wajib Buka Akses informasi

BINJAI-Keterbukaan informasi merupakan satu keniscayaan dalam Negara demokrasi dan mendapatkan informasi merupakan hak asasi setiap warga Negara. Karenanya, badan publik wajib membuka akses informasi kepada publik. Demikian penegasan Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara, H.M Zaki Abdullah saat membuka Forum Diskusi Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang digelar Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan Radio Kardopa Medan, di Graha Kardopa Binjai, Senin (6/4/2015).

Disebutkan Zaki, pasca reformasi 1998, setidaknya ada dua Undang-Undang terkait informasi yang dilahirkan pemerintah bersama DPR. Kedua Undang-Undang yang lahir karena tuntutan masyarakat tersebut, yakni UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Kedua Undang-Undang ini memberi jaminan kepada wartawan dan masyarakat untuk mendapatkan akses informasi. Kondisi itu sulit didapatkan di era Orde Baru,” papar Zaki.

Direktur Utama PT Radio Kardopa Tiorida Simanjuntak yang juga memberi sambutan menyambut baik digelarnya Diskusi Keterbukaan Informasi Publik. Menurutnya, untuk membangun pemerintahan dan lembaga yang bersih dibutuhkan keterbukaan dan kejujuran.
“Mesti ada kejujuran, keterbukan dan informasi yang akurat,” tegasnya.

Diskusi tentang Keterbukaan Informasi Publik seyogyanya menghadirkan tiga nara sumber, yakni dari Komisi Informasi Sumut, Pemko Binjai dan Pemkab Langkat. Namun yang hadir hanya dari KIP Sumut Drs. Mayjen Simanungkalit dan Pemko Binjai, Walikota Binjai H.M Idaham, SH, MSi. Sedangkan dari Pemkab Langkat tidak hadir.

Dalam diskusi yang dipandu moderator, Ramdeswati Pohan, pembicara dari KIP Sumut, Mayjen Simanungkalit selain memaparkan tentang makna Undang-Undang KIP, juga mengupas tentang sengketa informasi. Menurut Mayjen, yang juga Wakil Ketua KIP Sumut ini, sengketa informasi terjadi karena adanya perbedaan dalam memahami informasi terbuka dan dikecualikan. Atau bisa juga disebabkan karena tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dalam proses keberatan tidak memuaskan Pemohon informasi.

“Pengenaan biaya tak wajar dan penyampaian informasi melebihi waktu juga bisa menyebabkan sengketa informasi terjadi,” jelas Mayjen.

Dalam menyelesaikan sengketa informasi, sebut Mayjen, Komisi Informasi melakukannya dengan dua cara, yakni melalui sidang mediasi dan ajudikasi non litigasi. Penyelesaian lewat mediasi hanya bisa dilakukan, apabila informasi yang dimohonkan merupakan informasi yang sifatnya terbuka. Sedangkan informasi yang dikecualikan, harus lewat sidang ajudikasi non litigasi. Karenanya Mayjen menyarankan ke para peserta Diskusi merupakan perwakilan jurnalis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Binjai dan Langkat agar benar-benar memahami Undang-Undang KIP dan prosedur permohonan dan penyelesaian sengketa informasi. Hal itu dimaksudkan agar tidak salah dalam berperkara di Komisi Informasi.

“Banyak permohonan penyelesaian sengketa informasi yang masuk ke Komisi Informasi kami tolak. Penyebabnya, karena pemohon tidak mengikuti prosedur,” beber Mayjen.

Di tahun 2013 kata Mayjen, dari 164 kasus sengketa informasi yang masuk ke KIP Sumut, sebanyak 93 kasus ditolak karena tidak sesuai prosedur. Berikutnya di 2014, dari 106 kasus, sebanyak 43 kasus ditolak dan berkasnya dikembalikan.

Sementara H.M Syahyan, Ketua Divisi Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi (ASE) Komisi Informasi Sumut menambahkan, salah satu tujuan digelarnya Diskusi tentang Keterbukaan Informasi khusus bagi Jurnalis dan LSM di Binjai dan Langkat agar peserta memahami UU KIP, prosedur mengajukan permohonan informasi dan prosedur penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi.

“Kita tak ingin, berkas mereka ditolak hanya gara-gara salah prosedur,” tandas Syahyan. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


*